أَبٌ آخٌ حَـــمٌ كَـــذَاكَ وَهَـــنُ ¤ وَالْنَّقْصُ فِي هذَا الأَخِيْرِ أَحْسَنُ
Juga Abun, Akhun, Hamun, demikian juga Hanu. Tapi dii’rab Naqsh untuk yang terakhir ini (Hanu) adalah lebih baik.
وَفِي أَبٍ وَتَـالِيَيْهِ يَنْـــدُرُ ¤ وَقَصْرُهَا مِنْ نَقْصِهِنَّ أَشْهَرُ
Dan
untuk Abun berikut yang mengiringinya (Akhun dan Hamun) jarang diri’rab
Naqsh, sedangkan dii’rab Qoshr malah lebih masyhur daripada I’rab
Naqshnya.
Abun,
Akhun, Hamun dan Hanu (اب، أخ، حم dan هن), termasuk golongan Asma
al-Sittah yang berlaku tanda I’rob: Rofa’ denga Wawu, Nashob dengan
Fathah dan Khofadh/Jarr dengan Ya’, sebagaimana I’rob Dzu dan Famun yang
telah disebutkan pada Bait sebelumnya.
I’RAB ITMAM, QASHR ATAU NAQSH UNTUK (اب، أخ، حم)
Menurut
lughoh/logat/aksen yang masyhur dikalangan orang Arab, menjadikan tanda
I’rab Asmaus-sittah untuk lafazh (اب، أخ، حم) terkenal dengan di-i’rab
Itmam (Sempurna, menyertakan huruf illah (و-ا-ي) sebagai tanda
I’rabnya).
Contoh:هَذَا أَبُوْهُ وَأَخُوْهُ وَحَمُوْهَا
Ini Ayahnya/Saudaranya/mertuanya
رَأَيْتُ أَبَاهُ وَأَخَاهُ وَحَمَاهَا
Aku melihat Ayahnya/Saudaranya/mertuanya
مَرَرْتُ بِأَبِيْهِ وَأَخِيْهِ وَحَمِيْهَا
Aku berpapasan dengan Ayahnya/Saudaranya/mertuanya.
Selanjutnya Ibnu Malik mensyairkan dalam Bait Syairnya “Dan
untuk Abun berikut yang mengiringinya (Akhun dan Hamun) jarang diri’rab
Naqsh, sedangkan dii’rab Qoshr malah lebih masyhur daripada I’rab
Naqshnya.” Menunjukkan ada dua aksen lagi untuk ketiga Kalimah dari Asmaus-Sittah tsb (اب، أخ، حم).
Pertama: Naqsh (cacat/kurang) yaitu dengan membuang wawu, alif dan ya’ atau dengan di-irab harakah zhahir.Contoh:
هَذَا أَبُهُ وَأَخُهُ وَحَمُهَا
Ini Ayahnya/Saudaranya/mertuanya
رَأَيْتُ أَبَهُ وَأَخَهُ وَحَمَهَا
Aku melihat Ayahnya/Saudaranya/mertuanya
مَرَرْتُ بِأَبِهِ وَأَخِهِ وَحَمِهَا
Aku berpapasan dengan Ayahnya/Saudaranya/mertuanya.
Sebagaimana Syair Arab oleh Ru’bah bin Ajjaj dalam bahar rojaz musaddas:بِأَبِهِ اقْتَدَى عَدِىٌّ في الْكَرَمْ ¤ وَمَنْ يُشَابِهْ أَبَهُ فَمَا ظَـلَمْ
Shahabah
Adi (Shahabah Nabi, Adi bin Hatim ra.) mengikuti jejak ayahnya dalam
hal kemuliaan. Maka siapa saja yg mengikuti jejak ayahnya, ia tidak
zhalim.
Aksen/logat seperti pada contoh syair diatas jarang ditemukan untuk lafazh (اب، أخ، حم) artinya jarang di-I’rab Naqsh.
Kedua: Qashr (ringkas) yaitu tetap dengan tanda Alif baik pada Rofa’, Nashab dan Jarnya.
Atau semua I’rabnya dikira-kira atas Alif
dan disebut I’rab Qashr. Sebagaimana I’rab untuk isim-isim Maqshur.
Aksen seperti ini, dikalangan orang Arab (tepatnya oleh Bani Harits,
Bani Khats’am dan Bani Zubaid) lebih masyhur dipakai daripada I’rab
Naqsh.
Contoh:
Contoh:
هَذَا أَبَاهُ وَأَخَاهُ وَحَمَاهَا
Ini Ayahnya/Saudaranya/mertuanya
رَأَيْتُ أَبَاهُ وَأَخَاهُ وَحَمَاهَا
Aku melihat Ayahnya/Saudaranya/mertuanya
مَرَرْتُ بِأَبَاهُ وَأَخَاهُ وَحَمَاهَا
Aku berpapasan dengan Ayahnya/Saudaranya/mertuanya.
Sebagaiman disebutkan dalam Syair Arab yang juga berbahar rojaz :إِنَّ أَبَـاهَــا وَأَبَـا أَبَـاهَــا ¤ قَدْ بَلَغَا فِي المَجْدِ غَايَتَاهَا
Sesungguhnya Bapaknya dan bapak bapaknya (leluhurnya), benar-benar telah sampai pada batas kemuliaannya.
I’RAB NAQSH ATAU ITMAM UNTUK (هن )
Sedangkan untuk lafazh Hanu (هن), maka
yang fasih adalah dengan tanda I’rab harakah secara zhahir. Sebagaimana
dalam Bait disebutkan “Tapi dii’rab Naqsh untuk yang terakhir ini (Hanu) adalah lebih baik”
maksudnya untuk lafazh Hanu lebih baik di-I’rab Naqsh (Cacat/kurang,
tanpa menyertakan huruf illah (و-ا-ي) sebagai tanda I’rabnya) Contoh:
هَذَا هَنُ زَيْدٍ وَرَأَيْتُ هَنَ زَيْدٍ وَمَرَرْتُ بِهَنِ زَيْدٍ
Ini anunya Zaid, aku melihat anunya Zaid, aku lewat berpapasan dengan anunya Zaid.
هن (hanu) sebutan/kinayah untuk suatu yg
jelek menyebutnya, ada mengartikan kemaluan, ada juga mengartikan sosok
manusia dsb, tergantung konteks kalimat. Contoh Lafadz Hanu yg terdapat
dalam Hadits, Rosulullah saw. Bersabda:
مَنْ تَعَزَّى بِعَزَاءِ الْجَاهِليَّةِ فَأَعِضُّوهُ بِهَنِ أَبِيْهِ وَلاَ تَكْنُوْا
Barang
siapa bangga menisbatkan/menjuluki dirinya dengan penisbatan Jahiliyah,
maka gigitkanlah ia pada anunya bapaknya (istilah Indonesia: kembalikan
ke rahim ibunya). Dan janganlah kalian memanggil dengan julukan itu!.
Contoh di-I’rob Itmam yang jarang dipakai untuk lafazh Hanu:هَذَا هَنُوْهُ وَرَأَيْتُ هَنَاهُ وَنَظَرْتُ إلَى هَنِيْهِ
Ini Anunya. Aku melihat Anunya. Aku memandang pada Anunya.
Pendapat Imam Abu Zakariya Al-Farra’
beliau mengingkari terhadap kebolehan I’rab Itmam untuk lafazh “Hanu”,
namun ini ditangkis oleh hujah Imam Sibawaehi dengan hikayah orang-orang
Arab yang meng-itmamkan lafazh “Hanu” tsb. Demikian juga hujah para
Ulama nahwu lain yang memelihara terhadap aksen Bahasa Arab tentang Hanu
dengan di-Itmam.
Kesimpulan pembahasan: bahwa lafazh (اب،
أخ، حم) terdapat tiga aksen/logat. Yang paling masyhur adalah di-I’rab
Itmam, kemudian di-I’rab Qashr, dan terakhir paling jarang digunakan
dii’rab Naqsh. Dan untuk lafazh (هن) terdapat dua aksen/logat, paling
masyhur dengan I’rab Naqsh dan paling jarang dii’rab Itmam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar